Minggu, 10 April 2022

Selamat hari senin semua nya. Semoga kalian tetap semangat walau sedang berpuasa. Rasanya lama sudah tidak membuka blog ini. Banyak kisah yang dilewati setiap tahunnya. Ntah itu kisah yang menyedihkan, kisah menyenangkan, maupun kisah yang biasa saja. Melewati nya sudah sangat bersyukur. 

Melewati banyak kisah beberapa tahun ini, kangen rasanya ingin menulis cerita. Setelah sekian lama tidak menulis. Tapi tidak hari ini dikarenakan lagi malas. hahahahaha.

Sampai ketemu nanti yaaaaaa. Have a nice day. 

Sabtu, 10 Oktober 2015

Makalah Hukum Adat

1.  Berikan   pengertian   hukum   adat   (masing-masing   5  menurut Sarjana Belanda
     dan  5  Sarjana   Indonesia).   Cari    persamaan   dan  perbedaan  dari   pengertian-
     pengertian tersebut.
     Jawab :
     -   Hukum adat menurut 5 Sarjana Belanda adalah sebagai berikut :
         a. Prof. Mr. C. Van Vollenhoven
             Dalam   buku  “Het  Adatrecht  van  Nederland  Indie”,   jilid   1   halaman   7
             memberi  pengertian  Hukum  Adat  adalah  hukum  yang   tidak    bersumber    
             kepada  peraturan-peraturan  yang  dibuat  oleh  pemerintah  Hindia   Belanda
             dahulu atau alat-alat kekuasaan lainnya yang menjadi sendi nya dan diadakan
             sendiri oleh kekuasaan Belanda dahulu.
         b. Mr. J. H. P. Bellefroid
             Dalam  bukunya  “Inleiding tot de rechtswetenschap in Nederland”  memberi
             pengertian   hukum  adat   sebagai   peraturan   hidup   yang   meskipun  tidak
             diundangkan  oleh  Penguasa  untuk  dihormati dan ditaati oleh rakyat dengan
             keyakinan bahwa peraturan-peraturan tersebut berlaku sebagai hukum.
             (Het  gewoonterecht,  ook  “gewoonte”  genoemd,  omvat de rechtsregels, die
              hoewel niet op  gezag  van  de staatsoverheid  vastgesteld,  toch door het  het
              volk worden nageleefd in de overtuiging, dat zij als recht gelden.”)
         c. Mr. B. Terhaar Bzn
             Ter   Haar  dalam  pidato  dies  natalis  tahun   1930   berjudul   :   “Peradilan
             Landraad  berdasarkan  hukum  tidak  tertulis”  serta  dalam  orasinya  tahun
             1937, yang berobyek : “Hukum Adat Hindia Belanda di dalam ilmu, praktek
             dan pengajaran”, menegaskan yang berikut :
              a. “Hukum   Adat   lahir   dari   dan  dipelihara   oleh    keputusan-keputusan,
                   keputusan para warga masyarakat hukum, terutama keputusan berwibawa
                   dari   kepala-kepala   rakyat   yang    membantu   pelaksanaan   perbuatan-
                   perbuatan  hukum;  atau  dalam  hal  bertentangan  kepentingan keputusan
                   para  Hakim  yang  bertugas  mengadili  sengketa,  sepanjang   keputusan-
                   keputusan   itu  karena   kesewenangan   atau   kurang    pengertian   tidak
                   bertentangan   dengan   keyakinan   hukum  rakyat,   melainkan   senapas-
                   seirama  dengan kesadaran tersebut, diterima/diakui atau setidak-tidaknya
                   ditoleransikan olehnya.”
               b. “Hukum  Adat  itu  dengan  mengabaikan  bagian-bagiannya yang tertulis
                    yang  terdiri  dari  peraturan-peraturan  Desa,  surat-surat   perintah   Raja
                    adalah    keseluruhan   peraturan   yang    menjelma    dalam    keputusan-
                    keputusan  para  Fungsionaris  Hukum (dalam arti luas) yang mempunyai
                    wibawa   (Macht,   Authority)    serta     pengaruh     dan     yang     dalam                          
                    pelaksanaannya   berlaku  serta-merta   (spontan)   dan   dipatuhi   dengan
                    sepenuh hati.” (Fungsionaris meliputi ketiga kekuasaan yaitu : Eksekutif,
                    Legislatif,  Yudikatif).  Dengan  demikian  Hukum Adat yang berlaku itu
                    hanya  dapat  diketahui  dan  dilihat  dalam  bentuk keputusan-keputusan
                    para  Fungsionaris  Hukum itu; bukan saja Hakim tetapi juga kepala adat,
                    rapat  desa,  wali  tanah,  petugas-petugas  di  lapangan  Agama, petugas-
                    petugas desa lainnya.
         d. Van  den Berg dan Salmon Keyzer
              Hukum adat itu merupakan penerimaan dari hukum agama  yang dianut oleh
              masyarakat.
         e. Roelof van Dijk
             Di dalam bukunya : “Pengantar  Hukum Adat Indonesia”, mengatakan bahwa
             kata  Hukum  Adat  itu  adalah  istilah  untuk menunjukkan hukum yang tidak
             dikodifikasikan  di  kalangan  orang Indonesia asli dan kalangan orang Timur
             Asing (Cina, Arab dan lain-lainnya).
     -   Hukum adat menurut 5 Sarjana Indonesia adalah sebagai berikut :
         a. Prof. Dr. Supomo, S.H.
             Dalam  karangan   beliau  “Beberapa  catatan  mengenai  kedudukan   hukum
             adat”,  memberi  pengertian hukum adat sebagai hukum yang tidak tertulis di
             dalam  peraturan-peraturan  legislatif  (unstatutory law)   meliputi   peraturan-
             peraturan  hidup  yang  meskipun  tidak ditetapkan oleh yang berwajib, untuk
             ditaati  dan  didukung  oleh  rakyat  berdasarkan  atas  keyakinan bahwasanya
             peraturan-peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum.
         b. Dr. Sukanto
             Dalam  buku  beliau  “Meninjau Hukum Adat Indonesia” mengartikan hukum
             adat  sebagai  kompleks  adat-adat  yang  kebanyakan  tidak dikitabkan, tidak
             dikodifikasi  dan bersifat paksaan, mempunyai sanksi, jadi mempunyai akibat
             hukum.
         c. Prof. M. M. Djojodigoeno, S.H.
             Dalam  buku  beliau  “Asas-asas  Hukum  Adat”  tahun 1958 yang diterbitkan
             oleh  Yayasan  Badan Penerbit GAMA Yogyakarta, memberi definisi sebagai
             berikut  : “Hukum   Adat   adalah   hukum   yang   tidak    bersumber   kepada
             peraturan-peraturan.”
         d. Bushar Muhammad
             Mengatakan  bahwa  membuat definisi mengenai Hukum Adat itu sulit sekali
             karena :
             1. Hukum Adat itu masih dalam pertumbuhan.
             2. Hukum  Adat  secara  langsung  selalu  membawa  kepada  2 keadaan yang
                 justru merupakan sifat dan pembawaan Hukum Adat itu, ialah :
                 a. Tertulis atau tidak tertulis;
                 b. Pasti atau tidak pasti;
                 c. Hukum Raja atau Hukum Rakyat; dan sebagai nya.
           e. Suroyo  Wignjodipuro
               Hukum  adat  adalah  suatu  kompleks  norma-norma  yang  bersumber pada
               perasaan keadilan rakyat yang selalu  berkembang  serta  meliputi  peraturan
               tingkat  laku  manusia   dalam   kehidupan   sehari-hari   dalam   masyarakat,
               sebagian besar tidak tertulis, karena mempunyai akibat hukum (sanksi).
     -   Persamaan dan Perbedaan nya adalah :
         -  Persamaan nya adalah :
            -  Prof. M. M. Djojodigoeno, S.H.     dan      Prof. Mr. C. Van Vollenhoven
               mempunyai  pengertian,”Hukum  Adat  adalah hukum yang tidak bersumber
               kepada peraturan-peraturan.”
            -  Prof. Dr. Supomo, S.H. dan Mr. J.H.P. Bellefroid mempunyai pengertian,
               “Hukum Adat  adalah  peraturan  hidup  meskipun  tidak  diundangkan  oleh
               Penguasa  untuk  ditaati  dan didukung oleh rakyat dengan keyakinan bahwa
               peraturan-peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum.
            - Dr. Sukanto dan Roelof van Dijk mempunyai pengertian, Hukum Adat
              adalah hukum yang tidak di kodifikasi.
         -  Perbedaan nya adalah :
            -  Bushar Muhammad
               Mengatakan  bahwa  membuat definisi mengenai Hukum Adat itu sulit
               sekali karena :
               1. Hukum Adat itu masih dalam pertumbuhan.
               2. Hukum  Adat   secara   langsung   selalu   membawa   kepada   2  keadaan
                  yang justru merupakan sifat dan pembawaan Hukum Adat itu, ialah :
                  a. Tertulis atau tidak tertulis;
                  b. Pasti atau tidak pasti;
                  c. Hukum Raja atau Hukum Rakyat; dan sebagai nya.
            - Van  den Berg dan Salmon Keyzer
              Hukum adat itu merupakan penerimaan dari hukum agama yang dianut oleh
              masyarakat.
            - Mr. B. Terhaar Bzn
               Ter Haar  dalam  pidato  dies  natalis  tahun   1930   berjudul   :   “Peradilan
               Landraad berdasarkan  hukum  tidak  tertulis”  serta  dalam  orasinya  tahun
               1937, yang berobyek : “Hukum Adat Hindia Belanda di dalam ilmu, praktek
               dan pengajaran”, menegaskan yang berikut :
              a. “Hukum   Adat   lahir   dari   dan  dipelihara   oleh    keputusan-keputusan,
                   keputusan para warga masyarakat hukum, terutama keputusan berwibawa
                   dari   kepala-kepala   rakyat   yang    membantu   pelaksanaan   perbuatan-
                   perbuatan  hukum;  atau  dalam  hal  bertentangan  kepentingan keputusan
                   para  Hakim  yang  bertugas  mengadili  sengketa,  sepanjang   keputusan-
                   keputusan   itu  karena   kesewenangan   atau   kurang    pengertian   tidak
                   bertentangan   dengan   keyakinan   hukum  rakyat,   melainkan   senapas-
                   seirama  dengan kesadaran tersebut, diterima/diakui atau setidak-tidaknya
                   ditoleransikan olehnya.”
               b. “Hukum  Adat  itu  dengan  mengabaikan  bagian-bagiannya yang tertulis
                    yang  terdiri  dari  peraturan-peraturan  Desa,  surat-surat   perintah   Raja
                    adalah    keseluruhan   peraturan   yang    menjelma    dalam    keputusan-
                    keputusan  para  Fungsionaris  Hukum (dalam arti luas) yang mempunyai
                    wibawa   (Macht,   Authority)    serta     pengaruh     dan     yang     dalam                          
                    pelaksanaannya   berlaku  serta-merta   (spontan)   dan   dipatuhi   dengan
                    sepenuh hati.” (Fungsionaris meliputi ketiga kekuasaan yaitu : Eksekutif,
                    Legislatif,  Yudikatif). 
                    Dengan  demikian  Hukum Adat yang berlaku itu hanya  dapat  diketahui 
                    dan dilihat dalam bentuk keputusan-keputusan para Fungsionaris Hukum  
                    itu; bukan saja Hakim tetapi juga kepala adat, rapat  desa,  wali  tanah, 
                    petugas-petugas  di  lapangan  Agama, petugas-petugas desa lainnya.
             - Suroyo  Wignjodipuro
                Hukum adat  adalah  suatu  kompleks  norma-norma  yang  bersumber pada
                perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang  serta  meliputi  peraturan
                tingkah laku manusia   dalam   kehidupan   sehari-hari   dalam   masyarakat,
                sebagian besar tidak tertulis, karena mempunyai akibat hukum (sanksi).

2.  Jelaskan sejarah politik hukum adat di Indonesia (mulai dari zaman Hindu, zaman
     Islam, zaman Belanda, dan zaman setelah Indonesia merdeka)
     Jawab :
     I. Hukum adat di zaman Hindu
        Perkembangan  hukum  adat  sebagai aturan rakyat di zaman hindu berlaku sejak
        zaman melayu polinesia, zaman hindu  sriwijaya, mataram I,  majapahit  sampai  
        timbulnya kerajaan-kerajaan Islam.
        1. Zaman Melayu Polinesia
            Menurut  para  ahli  sejarah  nenek  moyang  bangsa  Indonesia  meninggalkan   
            daratan asia dan memasuki kepulauan Indonesia  berlaku  sejak  sekitar  tahun
            1500  SM  sampai  dengan  300  SM.  Kedatangan mereka di Indonesia terjadi
            dalam dua gelombang, gelombang pertama disebut  proto malaio (melayu tua)
            dan gelombang kedua disebut deutro malaio (melayu muda).
            Besar  kemungkinan  diantara  kelompok  melayu muda itu sudah dipengaruhi  
            ajaran  filsafat  konghuchu  (551 SM-479 SM)  yang  membedakan antara “li”
            (adat  sopan  santun)   dan   “yen”   (cinta  kasih  sesama  manusia).  Sehingga
            diantara   masyarakat  adat  di  berbagai  kepulauan  sudah  dipengaruhi ajaran
            filsafat.
            Sedangkan    pada   kelompok-kelompok   masyarakat   melayu   tua   perilaku
            budayanya masih serba dipengaruhi zat-zat kesaktian. Sebagaimana dikatakan
            M. Yamin kebanyakan masyarakat di pengaruhi oleh lima jenis zat kesaktian,
            yaitu   “paduan  kesaktian”,  bahwa  di  sekitar   manusia   itu   ada  yang  gaib
            mengawasi kehidupannya; “sari kesaktian”, bahwa  di dalam diri  manusia  itu
            ada  jiwa  semangat;  “sang  hyang  kesaktian”,  bahwa  ada tuhan yang kuasa;           
            “pengantara kesaktian”, bahwa ada manusia yang  dapat  berhubungan dengan
            yang gaib. (M. Yamin, 1960: 63-83).
        2. Zaman Sriwijaya
            Zaman hindu-buddha dimulai sejak berdirinya Negara sriwijaya yang berpusat
            di  Palembang.  Negara  Sriwijaya  hidup  sejak  abad  ke-7  sampai  abad   13.
           Dengan    masuknya   pengaruh   ajaran-ajaran  Hindu-Buddha   dari   India  ke
           kepulauan   Indonesia,   maka  di  pusat-pusat  pemerintahan  kerajaan  berlaku
           hukum    Hindu-Buddha   yang   bercampur   dengan   hukum   adat   setempat,  
           sedangkan  di  daerah-daerah   pedalaman   berbagai   masyarakat   adat    tetap
           berpegang dengan hukum adat setempat yang tumbuh dan berkembang dengan
           di sana-sini dipengaruhi oleh ajaran-ajaran hindu-budha.
           Bentuk hukum tertulis yang merupakan peraturan perundangan dari kekuasaan  
           pemerintahan  di  zaman  Sriwijaya  yang  dapat kita ketahui di masa sekarang,
           adalah  dalam  bentuk  “prasasti”  yang  ditulis diatas batu atau tembaga. Salah
           satu  dari  prasasti  tersebut menyerukan kepada para dewa dan makhluk tinggi
           agar  melindungi  kedatuan  sriwijaya dan kutukan terhadap mereka yang tidak
           setia kepada datu sriwijaya dan kebahagiaan bagi mereka yang mengabdi.
           Dalam abad ke-8  di  masa  kekuasaan  dinasti sriwijaya di Jawa di jaman Raja
           Sanjaya kaidah-kaidah yang bersifat hukum bercampur dengan  uraian  tentang
           keadaan keagamaan, pemerintahan, perekonomian, pertanian, dan sebagainya.
           Di  antara   prasasti  zaman  Sriwijaya   dari   abad  ke-8  dan  abad   ke-9  yang
           mengandung  hukum  dimana dipercaya oleh masyarakatnya sebagai mengatur
           tentang   keagamaan,  perekonomian,  pertambangan,   kekayaan,   pertanahan,
           pengairan dan peradilan perkara perdata.
       3. Zaman Mataram I
 
           Sampai   abad  ke-10  Jawa Barat   masih  tetap   berada   di   bawah   pengaruh
           kekuasaan sriwijaya, sedangkan jawa tengah dan Jawa Timur cenderung untuk
           bersatu  dan  memisah  dari  pengaruh  Sriwijaya.  Disekitar  tahun  907  putera
           mahkota balitung diangkat menjadi raja mataram I (rakai  Mataram I).   Dalam
           menjalankan  pemerintahan  dari  pusat  pemerintahan di medang (prambanan).
           Raja  balitung  didampingi Da-tso-kan-hiyung (perdana menteri) yang di bantu
           oleh  empat menteri dan   membawahi  28   daerah   kabupaten.   Para   pejabat
           kehakiman bergelar “samgat-i-tiruan” dan “samgat-mahwi”.
           Sampai  abad  ke-13 dan  berdirinya  kerajaan  Majapahit  (1294) aturan-aturan
           hukum  perundang-undangan  yang  berbentuk  prasasti   batu,    piagam    atau
           berdasar berita dari luar (cina) yang kita sebut rangkaian zaman Mataram I.
           Pada saat itu ketika kerajaan Mataram I (Medang)  diubrak-abrik   raja   Wura-
           Wari  dari  Sriwijaya  pada  tahun  1006  pangeran  Airlangga dengan beberapa
           pengikutnya  yang  setia  menyingkir  ke  tempat  pertapaan  di Wonogiri. Pada
           tahun 1010 ketika ia berumur 20 tahun rakyat dan para brahma memohon  agar
           Airlangga bersedia menjadi raja kembali. Dari prasasti lembaran tembaga yang
           ditemukan di  ilir  Surabaya  menunjukkan  pada  tahun  1019  Airlangga  telah
           menguasai  daerah  pedalaman antara Surabaya dan pasuruan. Menurut piagam
           batu cibadak tahun 1030 dapat diketahui bahwa daerah jawa barat masih tetap
           dibawah pengaruh sriwijaya. 
           Kemudian  dari  kedua  kerajaan  yang  ditinggalakan  airlangga  setelah  wafat
           (1049). Ternyata yang  bangkit  membuat  sejarah  adalah  Kediri,  terutama  di
           masa Jayabaya  (1135-1157) yang mengadakan hubungan internasional dengan
           Cina.  Dari  berita  Cina  kita  dapat  mengetahui  betapa  makmur sejahteranya
           kerajaan  Kediri.  Setelah berakhirnya kekuasaan dinasti Mpu Sindok di Kediri
           pada tahun 1222, maka berakirlah kekuasaan dinasti pemerintahan berdasarkan
           hukum  Hindu-Buddha,  digantikan  oleh  dinasti  kekuasaan   baru   yang   asli
           berdasarkan hukum hindu java, yang dalam uraian  ini  merupakan  zaman pra- 
           majapahit,  yaitu  berdirinya  kerajaan  singosari  oleh Ken  Arok, seorang  raja
           dari rakyat yang jelata.
        4. Zaman Majapahit
            Dari  kitab  puisi   Negarakartagama  (1365)  dan kitab prosa pararaton (1481)
            dapat  kita  ketahui  betapa  raja  Kertajaya,  raja  Kediri  yang  terakhir   dapat
            dijatuhkan   oleh  Ken Arok,  yang   kemudian mendirikan kerajaan Singosari.
            Ken  Arok  menjadi  raja Singosari  pertama berkududukan di ibukota kutaraja
           (tumapel) dengan gelar Rajasa. Selama  pemerintahannya  (1222-1227)  Rajasa
           mengembangkan hukum di bidang pemerintahan dan pertahanan. Diantara raja
           yang terkenal dizaman singosari ialah raja kertanagara(1268-1292). Pada tahun
           1275  ia  mengirim  ekspedisi   militer   pamalayu   ke   melayu-jambi.   Ketika
           ekspedisi   ini kembali ke Jawa dibawa serta dus puteri melayu ialah dara petak
           dan  dara jingga. Pada tahun 1280 raja cina kubilai khan menirim utusan untuk
           menundukkan  kertanegara  tidak  berhasil,  kemudian  pada tahun 1289 datang
           lagi utusan cina,  bukan  diterima  dengan  baik,  melainkan  dilukai  mukanya,
           akibatnya Kubilai Khan mempersiapkan tentaranya untuk menyerang jawa.
           Sementara  itu  terjadi  pemberontakan  Jayakatwang  pada  tahun  1292    yang
           berakibat raja  Kertanegara  gugur  dalam  pertempuran  istana.  Salah  seorang
           panglima  dan  menantu  Kertanegara  adalah  Raden Wijaya,  menyingkir  dan
           berlindung  pada Adipati Sungeneb  (Madura)  Arya Wiraraja.  Kemudian  atas
           anjuran  Wiraraja. Maka   Raden   Wijaya   mengabdi   kembali   kepada   Jaya
           Katwang  dan  mendapat  tanah  tandus terik. Di atas tanah tandus terik dimana
           terdapat buah maja yang pahit Raden Wijaya dan para pengikutnya mendirikan
           desa yang dinamakannya maja pahit.
           Dimasa kekuasaan raja jayanegara (1309-1328) banyak terjadi pemberontakan.
           Sehingga  bangkitnya  Gajahmada  menjadi   abdi   negara  pada  tahun 1319.
           Jayanegara digantikan  ratu  pemangku  bhre kahuripan anak raden wijaya dari
           Isteri    pertama.   Ratu   pemangku   ini    dengan    suaminya    kertawardhana
           menurunkan putra bernama  Hayam Wuruk.  Pada  tahun  1343  maha  menteri
           Adityawarman  kembali  ke  Melayu,  kemudian  memindahkan pusat kerajaan
           Dharmasraya (sijunjung) ke batang bengkawas di  kaki gunung merapi. Ketika
           Islam telah memulai berkembang dari aceh. Hayam wuruk dinobatkan menjadi
           raja majapahit ke-4 pada umur 16 tahun  dengan  gelar  rajasanegara   ia   dapat
           menjalankan  pemerintahan  Negara  dengan  baik  karena  didampingi  dengan
           Majapatih.  Gajahmada yang telah menjadi perdana menteri sejak tahun 1331.
           Sistem  pemerintahan  Negara  di  zaman Hayam Wuruk  dan  gajahmada yaitu
           adanya pemerintahan umum, kehakiman dan peradilan serta politik luar negeri.
           Sejak wafatnya hayam wuruk pada tahun 1389 dan  menyingkirnya  dan   terus
           menghilangnya  Gajahmada,  maka  para  raja  penggantinya  yang   kemudian,
           tidak ada lagi yang dapat mengembalikan  seperti  kejayaan  majapahit  dimasa
           hayam  wuruk  dan  Gajahmada.  Negara terus merosot pamornya sampai masa
           raja-raja terakhir inilah timbul cikal-bakal raja-raja demak dan mataram II.
           Menurunnya kerajaan maja pahit dikarenakan masuknya pengaruh Islam  sejak
           akhir abad ke-14 dan permulaan abad ke-15 secara damai  di  bawah  pimpinan
           para wali, Maulana Malik Ibrahim yang wafatnya di Gresik  tahun 1419.
     II. Hukum Adat di Zaman Islam
          1. Zaman Aceh Darussalam
              Agama Islam memasuki kepulauan Indonesia dimulai dari daerah Aceh pada  
              pertengahan   akhir   abad   ke-12,   dengan   berdirinya   kesultanan    perlak,
              Samudera Pasai dan Aceh Darussalam. Kesultanan perlak terletak   disebelah
              timur Samudera Pasai, yang  didirikan  pedagang  Arab yang  kawin   dengan
              puteri marah  perlak dan melahirkan Sultan perlak yang pertama, yaitu Sayid
              Abdul  Aziz dengan gelar  Alaidin  Syah   (1161-1186).   Setelah   berdirinya
              Kesultanan  perlak  selama  83  tahun,  maka  pada tahun 1243 kesultanan ini
              digabungkan   dengan   kesultanan    Samudera    Pasai    yang   berdiri   pada
              pertengahan akhir abad ke-13.
              Pada  tahun  1521  kerajaan Samudera  Pasai  diserang  dan  diduduki tentara
              portugis, sehingga para pedagang islam menyingkirkan diri ke daerah-daerah
              lain di Indonesia. Pada tahun 1524 Sultan Ali Mughayat Syah  dari   kerajaan
              Aceh  besar  merebut kembali Samudera  Pasai  dari  tangan Portugis  setelah   
              tewasnya panglima Portugis ruy de bruto setelah Mughayat Syah wafat  pada
              tahun 1530. Maka penggantinya yaitu puteranya Sultan Alaudin Riayat Syah
              Al-kahhar  yang  dapat  mengembangkan  kerajaannya sampai dikenal di luar
              negeri.
              Setelah itu,  di  zaman kekuasaan Sultan Iskandar Muda  (1607-1636) daerah
              kekuasaan  hampir  meliputi  daerah seluruh pulau sumatera-bengkulu, tetapi
              untuk kesekian kalinya berusaha perang untuk menghalau portugis dari bumi
              malaka tidak berhasil. Kemudian sultan iskandar muda wafat dalam umur 46
              tahun pada tanggal 27 Desember 1636,  ia digantikan Sultan  Iskandar  Tsani
              yang hanya memerintah selama 5 tahun (1636-1641).
              Kemudian Iskandar  Tsani  digantikan  puteri  Iskandar  Muda yaitu Sultanah
              Taj’al   alam   yang   memerintah   selama    34    tahun   (1641-1675).   Patut
              diperhatikan    bahwa   wafatnya    Iskandar    Tsani   dikarenakan   kelicikan
              penjajahan  Belanda  (VOC).  Sultanah  Taj’al Alam wafat  pada  tanggal  23
              Oktober 1675  dengan   meninggalkan  keadaan  Negara yang semakin rapuh
              persatuannya.   
              Kemudian  dipilihlah sultan yang selanjutnya untuk  meneruskan  kerajaan ia
              yaitu,    Sultan    Alaudin    Muhammad    Johansyah   (1781-1795).   Selama
              berlangsungnya  kekuasaan  Sultan M. Johansyah  akhirnya wafat pada tahun
              1795,  Darussalam  Aceh   masih   diperintah   oleh   beberapa   sultan,   yang
              kedudukannya   hanya  sebagai   lambang    dan    kekuasaannya   sebenarnya
              dipegang  oleh  panglima  sagi  dan ulue baling, sampai Belanda menyatakan
              perang dengan resmi terhadap kerajaan aceh pada tanggal 2 maret 1873.
          2. Zaman Demak
              Termasuk  dalam  zaman  ini  ada  empat  kerajaan  Islam di Jawa  yang   ada
              kaitannya yaitu kerajaan  Demak, Pajang, Mataram II, dan Banten.  Keempat
              kerajaan  ini dilaksanakan  berdasarkan  hukum  islam  dan hukum adat, serta
              peraturan-peraturan  kerajaan  masing-masing.  Disekitar  abad  ke-15 daerah
              Demak  masih  di bawah kekuasaan Majapahit.  Kemudian  yang  memimpin
              kekuasaan  kerajaan  pada  waktu  itu ialah raden patah dimana ia wafat pada
              tahun  1518  dan digantikan oleh puteranya adipati unus yang menjadi bupati
              di  Jepara.  Adipati  Unus  menjadi  raja  berlangsung  selama  3   tahun   dan
              kemudian  digantikan  oleh  pamannya Pangeran  Trenggana   yang   menjadi
              Sultan Demak selama 25 tahun.
              Setelah wafatnya Trenggana terjadi perebutan kekuasaan antara Jaka Tingkir
              menantu  Trenggana  menjadi  bupati  panjang dengan Aria Penangsang anak
              saudara  Trenggana.  Selama  36  tahun  berdirinya  Kerajaan Panjang (1546-
              1582).
              Penyebaran islam men-dai  tersendat-sendat  karena   masyarakat   sekitarnya
              masih banyak dipengaruhi ajaran syiwa Buddha, yang  kemudian melahirkan
              faham kejawen. Ajaran kejawen ini  lebih  mengutamakan  hakekat  daripada
              syariat.   Akibat   hukum   islam   yang   berlaku   bercampur   aduk    dengan
              sisa-sisa hukum hindu, dan menjelma ke dalam hukum adat.
          3. Zaman Mataram II
              Sultan Mataram II yang berpengaruh adalah Mas Rasrangsang yang bergelar
              Panembahan  Aagung  Senopati  Ing Alogo  Ngabdurahman,  yang  disingkat
              Sultan Agung, memerintah kerajaan selama 32 tahun (1613-1645).
              Kemudian lambat laun yang berlaku adalah  penyelesaian  perkara  padu  dan
              sistem   peradilan setempat   yang  dipengaruhi  oleh  Islam  dan  penyebaran
              agama Islam di Jawa Barat  perubahan  mana  bertambah sejak Sultan Agung
              digantikan Amangkurat I (1646-1647). Karena sistemnya yang sangat  lemah
              seluruh  daerah  pesisir Jawa  jatuh ke tangan pemberontakan,  dan   akhirnya
              kedudukan  Amangkurat I digantikan oleh puteranya Adipati  Anom  sebagai
              Amangkurat  II  (1677-1703). Amangkurat II pun jatuh masa jayanya dengan
              pemberontakan atas  Trunojoyo  dan  banyak  kehilangan  daerah  kekuasaan
              yang diambil oleh VOC dimana perjanjian yang telah disepakatinya. 
              Sejak tahun 1703 yang menjadi Raja Mataram adalah Amangkurat III (1703-
              1708).   Sejak  masa  itu  berangsur-angsur  daerah  mataram   menjadi   kecil
              dikarenakan perang saudara. Setelah itu, runtuhlah kerajaan mataram di masa
              Sultan Paku Buwono II  (1727-1749)  yang menyerahkan  kerajaan  Mataram
              kepada  VOC,  sampai  akhirnya menjadi kerajaan Surakarta dan Yogyakarta
              dengan empat orang raja.
          4. Zaman Cirebon dan Banten
              Fatahilllah  salah  seorang  panglima dari Demak, kemudian bersama dengan
              Sunan  Gunung  Jati,  dapat  menundukkan Sunda Kelapa  pada  tahun  1527,
              setelah menundukkan Banten,yang ketika itu merupakan kota pelabuhan dari
              Pajajaran  kemudian  Banten  diserahkan  oleh   Sunan  Gunung  Jati  kepada
              puteranya   Maulana  Hasanudin yang menjadi Sultan Banten pertama (1522-
              1570).
              Dari hasil  penelitian yang kemudian dilakukan VOC, dapat diketahui bahwa
              hukum    yang  berlaku  di   daerah    Periangan   masih   sangat   dipengaruhi
               oleh  hukum  dan  peradilan  menurut  sistem dari masa pengaruh kekuasaan
               Sultan  Agung  Mataram.  Sistem  yang  berlaku  adalah   peradilan   agama,
               peradilan  drigama,   peradilan  Cilaga,  sedangkan   hukumnya  berdasarkan
               hukum islam dan hukum adat lama.
               Oleh karena sifat hubungan antara  pemerintah kesultanan di Banten dengan
               daerah lampung yang dipengaruhinya bersifat protektorat (pelindung).
               Seperti halnya  di  daerah Lampung beberapa kepala adat ditetapkan sebagai
               punggawa  kesultanan  Banten  untuk  mengurus  kaum  kerabatnya masing-
               masing. Dengan demikian di Lampung sampai masa kekuasaan Raden Inten
               berakhir (1856) untuk urusan agama berlaku hukum  Islam dan untuk urusan
               umum berlaku kitab kutara adat Lampung.
           5. Kerajaan dan Persekutuan Adat Lainnya
               Masih  terdapatnya  beberapa  kerajaan Islam kecil-kecil, baik di   Sumatera,
               Kalimantan, Nusa Tenggara,  Bali dan  Maluku.  Kerajaan-kerajaan  tersebut
               juga mempunyai aturan-aturan undang-undang rajanya masing-masing.
               Begitupula  halnya  dengan  berbagai  persekutuan-persekutuan  hukum adat
               di berbagai   pedesaan di seluruh  nusantara  ini,  mempunyai  pula  berbagai
               aturan-aturan  adanya  yang  tertulis  dan  tidak tertulis. Sebagian besar kitab
               perundangan  asli  tersebut  kita  ketahui  setelah  adanya  penemuan  orang-
               orang barat dari zaman VOC dan pemerintah Hindia Belanda.
     III. Hukum dan Peradilan Di Zaman Kompeni
           1. Zaman VOC
              Pada   tanggal  20  Maret 1602 di negeri Belanda dibentuk suatu perserikatan
              dagang     besar     sebagai     gabungan    dari   berbagai    perusahaan   untuk
              melaksanakan  perdagangan  di  Hindia  Timur.  Perserikatan  itu  dinamakan
              Vereenigde  Oost-Indiesche   Compagnie (VOC)  atau   perserikatan  dagang
             (kompeni) Hindia Timur. Untuk mencapai tujuannya yaitu mendapatkan laba.
              Pada tanggal 30 Mei 1619, Gubernur  Jenderal  Jan  Pieterszoon  Coen  dapat
              menduduki  Jakarta dari tangan kesultanan Banten  dan  mendirikan  benteng
              Batavia.  Berdasarkan  resolusi tanggal  24  Maret  1960  VOC   mengangkat
              seorang   baljiuw   yang  berkedudukan   sebagai   kepala   urusan   jutisi  dan
              merangkap pula sebagai kepala kepolisian untuk daerah Jayakarta. 
              Hukum  perundangan   yang   digunakan   dalam  memeriksa  dan  mengadili
              perkara  ketika  itu  adalah  aturan-aturan dalam bentuk plakat dan ketetapan-
              ketetapan  VOC.  Jika  dari  peraturan-peraturan  tersebut  tidak  cukup maka
              dilihat  juga  hukum  Belanda  Kuno  dan  hukum  Romawi.  Yang  bertindak
              sebagai penuntut umum dalam perkara pidana adalah Adpokat Piskal. Dalam
              tahun 1651 di dalam  College Van Schepenen ditempatkan  seorang  landrost
              yang bertugas  sebagai penuntut umum perkara pidana yang diajukan kepada
              Schepenbank Batavia.selain itu, menurut   Papakem  Cirebon  diatur  tentang
              peradilan dengan 7 orang jaksa,  sehingga disebut Jaksa Pepitu.
              Apabila  dalam   peradilan  Jaksa  Pepitu  tidak  tercapai  kesepakatan   untuk  
              mengambil  suatu   keputusan   mengenai   suatu  perkara, maka   perkara  itu
              diteruskan  pada sidang peradilan para  temanggung  yang anggotanya terdiri
              dari 4 orang patih  dari masing-masing kesultanan. Dengan resolusi tanggal 7
              November    1754    Gubernur   Jenderal   Mossel    memerintahkan    kepada
              Gocommitteeerde  Freyer  menyusun  suatu  kitab  hukum  perundangan bagi
              peradilan di daerah-daerah  jajahan  VOC,  yang  diberi  nama  Compendium
              Freyer,    tetapi     pada    kenyataannya    tidak    semua    ketentuan    hukum
              Compendium  tersebut  dapat  berjalan  lancar, dikarenakan aturan-aturannya
              kebanyakan   berdasarkan hukum Islam, terutama  yang  menyangkut hukum
              waris yang berbeda dengan kenyataan yang berlaku dalam masyarakat.
          2. Zaman Daendels
              Dalam tahun 1795 negeri belanda yang semula merupakan Republic Der
              Zeven vereenigde nederlanden berubah menjadi bataafse republiek. Pada
              tahun 1798 pemerintah bataafse republiek membatalkan hak oktroi VOC dan
              semua  harta  kekayaan  dan  hutang-hutangnya  diambil   alih  oleh  Betaafse
              Republiek.
              Selanjutnya mengenai perubahan hukum dan peradilan oleh Daendels untuk
              daerah kota jayakarta dan sekitarnya, dilakukannya perubahan pejabat dalam
              Raad Van Justitie yang telah berubah menjadi Hoogeraad.
              Begitupula   berdasarkan  keputusannya  tanggal  15  Maret 1808 lingkungan
              kekuasaan schepenbank diadakannya perubahan.
              Peradilan   sipil  dan    kriminal  diserahkan   kepada   Drossaard   sedangkan
              Gecommitteerde  Tot  En  Over  De  Zaken Van Den Inlander  dan  peradilan
              Heemraden dihapus.
              Di  setiap  ibu  kota  kabupaten  di  Jawa Tengah dan di Jawa Timur dibentuk
              pula  Vredegerecht  yang  merupakan  peradilan   untuk   memeriksa perkara-
              perkara kecil. Vredegerecht ini diketuai oleh  bupati  yang  di dampingi  oleh
              penghulu  dengan    beberapa    anggota.   Jadi    perubahan-perubahan   yang
              dilakukan oleh daendels telah meletakkan dasar-dasar bagi susunan peradilan
              di  masa  akan  datang.  Hanya  sayangnya di  dalam  pelaksanaan   Daendels
              sendiri   terlalu   banyak  mencampuri  urusan  peradilan,  bahkan   seringkali
              mengambil  keputusan  yang  kejam  menyimpang  dari  ketentuan  peradilan
              yang telah digariskannya sendiri.
          3. Zaman Raffles
              Dikarenakan tindakan-tindakannya yang kasar dan kejam, begitupula dengan  
              menyangkut  kelemahannya dalam masalah  keuangan,  maka  ia   digantikan
              pada  tanggal  16  Mei  1811  oleh  Gubernur Jenderal Jan  William  Janssens
              dengan memikul tugas memperbaiki keadaan dalam negeri  dan  menghadapi
              ancaman  Inggris. Belum  lagi   Janssens  mantap  duduk  memerintah,   pada
              tanggal 4 Agustus 1811  ekspedisi  tentara  Inggris  yang  langsung  dipimpin
              oleh   Lord   Minto  dengan   sekretarisnya  Sir   Thomas   Stamford   Raffles
              mendarat di jawa.
              Tujuan  yang  baik  dari  pemerintahan  Raffles  itu  kebanyakan hanya diatas
              kertas  saja,  karena  ia  terlalu  banyak  suka  berteori.  Menurut   proklamasi
              tanggal  21  Januari  1812,  Raffles  melakukan    perubahan   dalam  susunan
              organisasi  peradilan  menurut   bangun  hukum  Inggris  yaitu   memisahkan
              antara badan-badan pengadilan dan magistrat yang dirubahnya.
              Disamping itu masih ada lagi pengadilan magistirat yang  mengadili  perkara
              pelanggaran kecil-kecil. Di Jayakarta ada 4 magistrat. Magistrat ini bertindak
              sebagai  Pitonele   Juristidictie,  seperti   di   masa   VOC   mempunyai  tugas   
              kepolisian dan peradilan kepolisian.
              Dengan  demikian  di  masa  kekuasaan Raffles hukum adat rakyat dihormati
              keberlakuannya,  oleh  karena  ia menganggap  bahwa  hukum adat itu sesuai
              dengan kesadaran hukum rakyat. Apa yang dimaksud dengan  hukum  rakyat
              atau  hukum  adat  di zaman Raffles adalah sesungguhnya hukum Islam yang  
              terdapat  di  dalam  kitab-kitab  hukum  yang  ada. Oleh   karena  itu,  Raffles
              bertentangan  dengan  panitia  Meckenzie  yang  menyatakan  bahwa  hukum
              adat  itu  tidak  terdapat  di  dalam  buku-buku,  namun  harus  diteliti   dalam
              kehidupan masyarakat sehari-hari.
     IV. Hukum Adat Setelah Kemerdekaan
          1. Zaman Jepang
              Pada  tanggal  9  Maret  1942  pemerintah  Hindia   Belanda   bertekuk   lutut
              menyerah   tanpa   syarat   kepada   Jepang.  Gubernur  Jenderal  Tjarda  Van
              Starkenborgh stachouwer dibawa jepang ke Taiwan. Namun pada  tanggal 14
              Agustus  1945  Jepang  terpaksa  menyerah  kepada  sekutu akibat bom atom
              yang  dijatuhkan  Amerika  pada  tanggal  6 Agustus 1945 di Hiroshima. Hal
              mana berarti  Indonesia di duduki Jepang hanya selama tiga tahun lima bulan
              lima hari.
              Selama pemerintahan Jepang  pada  umumnya  yang  berlaku  adalah  hukum
              militer, hukum perundangan apalagi hukum  adat  tidak  mendapat  perhatian
              sama sekali.
              Mendekati tahun 1945 orang-orang Jepang mulai berbaik hati, terlihat  
              bendera merah putih telah dapat berkibar di samping bendera Hinomaru. 
              Pada tanggal 28 Mei 1945 Panitia Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
              Kemerdekaan (PPPK) yang diketuai Dr. Radjiman Wediodeningrat.
          2. Zaman Perjuangan
              Proklamasi  kemerdekaan   RI   pada    tanggal   17   Agustus   1945,   adalah
              berdasarkan  hukum adat, sebagai kelanjutan dari keputusan kongres pemuda
              Indonesia  pada tahun 1928 dan  perjuangan  pada  pergerakan  kemerdekaan
              Indonesia  sebelumnya.  Dikatakan  berdasarkan  hukum   adat   oleh   karena
              kemerdekaan  itu  ialah hak segala bangsa dan penjajahan di atas dunia harus
              dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan  dan  peri  keadilan.  
              Demikian    dinyatakan    dalam    alinea    pertama    Piagam    Jakarta   yang
              ditandatangani soekarno, hatta dan tujuh  pemimpin yang lainnya. Isi piagam
              tersebut kemudian menjadi pembukaan UUD 1945.
              Pada  tanggal  18  Agustus  1945,  PPPK  mengadakan  rapat  yang  dipimpin
              Soekarno  dan  Moh.  Hatta   dengan   ke-16   orang   anggotanya,  ketika  itu
              diumumkan berlakunya UUD 1945 dan Kommite Nasional  Indonesia  Pusat
              (KNIP) mengadakan rapatnya yang pertama. Walaupun dalam UUD tersebut
              tidak  digunakan  istilah  Pancasila dan  hukum adat,  namun dari pembukaan
              UUD 1945 itu  dapat  diketahui  adanya  unsur-unsur  Pancasila  dan  hukum
              adat. Pada  tanggal  17  Maret 1947 di  balai Perguruan  Tinggi Gadjah Mada
              Djogjakarta, Prof.  Mr. DR. R. Soepomo menyampaikan pidato dies berjudul
              “kedudukan hukum adat di kemudian hari” yang isinya menguraikan tentang
              hukum adat yang tidak berbeda dengan pendapat Van Hollenhoven.
          3. Sejak UUDS 1950
              Berdasarkan  piagam persetujuan  antara  delegasi  Republik  Indonesia   dan
              delegasi    BFO    atau     pertemuan     untuk   permusyawaratan   federal   di
              Scheveningan Belanda (Agustus-Oktober 1949)  lahirlah konstitusi RIS yang
              dinyatakan  berlaku  pada  tanggal  6 Februari 1950.
              Di  dalam  konstitusi  RIS  mengenai  hukum adat  antara  lain, pasal 144  (1)  
              aturan-aturan  hukum adat yang menjadi dasar  hukuman.  Namun ketentuan-
              ketentuan tersebut dapat dikatakan tidak pernah digunakan  oleh karena sejak
              tanggal 17 Agustus 1950 (Ln. 50-56) telah berlaku UUDS,  yang  mengambil
              alih ketentuan-ketentuan tersebut.
              Djojodigoeno  pada  tahun  1958 mengemukakan bahwa “hukum adat adalah
              hukum yang  tidak  bersumber  kepada  peraturan….( tetapi  bersumber)  dari
              kekuasaan  pemerintah  Negara  atau  salah  satu   sendinya   dan   kekuasaan
              masyarakat  sendiri.  Pokok  pangkal  hukum  adat  Indonesia adalah ugeran-
              ugeran  yang  dapat  disimpulkan  dari  sumber  tersebut  di  atas  dan  timbul
              langsung  sebagai pernyataan  kebudayaan  orang  Indonesia   asli,   tegasnya  
              sebagai  pernyataan  rasa  keadilannya  dalam  perhubungan  pamrih.   Unsur
              lainnya yang tidak begitu besar artinya  atas  luas  pengaruhnya  ialah  unsur-
              unsur  keagamaan,  teristimewa   unsur-unsur keagamaan, teristimewa unsur-
              unsur yang dibawa oleh agama islam”. (Djojodigoeno, 1958:8).
          4. Sejak Dekrit 5 Juli 1959
              Pada  konstituante dalam masa UUDS 1950 tidak dapat menyelesaikan tugas
              pada  waktunya,   maka  Soekarno  selaku  Presiden  RI  /  Panglima tertinggi
              angkatan perang mengucapkan dekrit tanggal 5 Juli 1959,  yang  menetapkan
              pembubaran konstituante, UUD 1945 berlaku  lagi  dan tidak berlakunya lagi
              UUDS.  Kemudian   berdasarkan  ketetapan MPRS No. II/1960 maka hukum
              adat menjadi landasan tata hukum nasional.
              Hal   mana   dapat   kita  lihat  keberlakuannya   dalam   praktek   pengadilan,
              misalnya putusan Mahkamah Agung tanggal 23-08-1960 no. 225 K/Sip/1960
              bahwa  “hibah  tidak  memerlukan   persetujuan   ahli    waris,    hibah   tidak
              mengakibatkan  ahli  waris  dari  si  penghibah  tidak  berhak  lagi  atas  harta
              peninggalan  dari  si  penghibah,  hibah  wasiat  tidak  boleh  merugikan  ahli
              waris dari si penghibah”
              Putusan  Mahkamah  Agung  tersebut  merupakan  putusan  dari  hukum adat
              lokal  yang   berlaku  di   Jawa   Tengah,  sedangkan   putusan  yang  sifatnya
              mengarah kepada hukum adat yang  nasional  misalnya  putusan  Mahkamah
              Agung  tanggal 01-11-1961  No. 179/ K/Sip /1961  yang  menyatakan bahwa
              “anak perempuan dan anak lelaki  dari  seorang  peninggal  warisan  bersama
              hak  atas  hak  warisan  dalam   arti,  bahwa  bagian  anak  lelaki adalah sama
              dengan anak perempuan”. Tetapi putusan seperti ini belum  dapat  berlaku di
              kalangan masyarakat adat yang masih berpegang teguh pada sistem  mayorat
              seperti di Lampung.
          5. Sejak Orde Baru
              Pada  tanggal  30  September  1965   PKI   melancarkan   G.30.S.   kemudian
              berdasarkan  SP  11   Maret  1966   Jenderal   Soeharto   membubarkan  PKI.
              Berdasarkan  TAP  MPRS  No.  XXXIII  Tahun  1967  Soeharto   ditetapkan
              sebagai  pejabat  Presiden  RI,  kemudian  dikukuhkan  sebagai   Presiden  RI
              dalam Sidang Umum MPRS ke V, maka mulailah zaman orde baru. Di masa
              orde  baru  yaitu  pada  tanggal 2 Januari 1974 diundangkan Undang-Undang
              No. 1  Tahun 1974  tentang  perkawinan.  Di  dalam undang-undang tersebut
              tidak  juga  dengan  tegas digunakan  istilah hukum adat, namun tidak berarti
              bahwa   undang-undang   itu   terlepas  sama  sekali  dari  hukum  adat   yang
              terdapat dalam Bab VII pasal 35-37 tentang  harta  benda dalam perkawinan.
              Pada  tanggal   15-17   Januari   1975   Badan  Pembinaan  Hukum   Nasional
              (BPHAN)  bekerja sama dengan  Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada 
              mengadakan  seminar hukum adat  yang menyimpulkan  bahwa  hukum  adat
              itu ialah “hukum Indonesia asli” yang tidak tertulis dalam bentuk perundang-
              undangan  RI,  yang  di sana-sini mengandung unsur agama. Serta hendaklah
              hukum  adat  kekeluargaan  dan  kewarisan  lebih  diperkembangkan  ke arah
              hukum yang bersifat bilateral / parental yang  memberikan  kedudukan  yang
              sederajat antara pria dan wanita.

3.  Sebutkan   pembagian   wilayah  menurut  Van  Hollenhoven  yaitu  19   lingkaran
     atau lingkungan hukum adat di Indonesia.
     Jawab :
     Pembagian wilayah menurut Van Hollenhoven adalah sebagai berikut :
     1.  Aceh
     2.  Tanah Gayo – Alas dan Batak beserta Nias.
     3.  Daerah Minangkabau beserta Mentawai.
     4.  Sumatera Selatan.
     5.  Daerah Melayu (Sumatera Timur, Jambi, Riau).
     6.  Bangka dan Belitung.
     7.  Kalimantan.
     8.  Minahasa.
     9.  Gorontalo.
    10. Daerah Toraja.
    11. Sulawesi Selatan.
    12. Kepulauan Ternate.
    13. Maluku, Ambon.
    14. Irian.
    15. Kepulauan Timor
    16. Bali dan Lombok (beserta Sumbawa Barat).
    17. Jawa Tengah dan Timur (beserta Madura).
    18. Daerah-daerah Swapraja (Surakarta dan Yogyakarta).
    19. Jawa Barat.


Penulis : T N F